WOMAN'S PAGE

A. PEREMPUAN KRISTEN

Allah tidak menciptakan perempuan dari kaki Adam supaya Adam dapat menginjak-injak Hawa, atau dari kepalanya supaya Hawa dapat menguasai Adam, melainkan dari rusuk Adam sehingga Hawa bisa menjadi teman yang sebanding bagi Adam. Kitab Kejadian sama sekali tidak menyiratkan bahwa perempuan harus dianggap lebih rendah daripada laki-laki atau ia harus dikuasai laki-laki. Allah menciptakan perempuan untuk memenuhi kebutuhan laki-laki dalam hal pertemanan khusus.

I. PEREMPUAN KRISTEN & KARAKTERNYA

Amsal 31:10–31 dengan indahnya menggambarkan perempuan yang saleh dalam rumah tangga. Ia dipercaya suaminya, memperlakukan suaminya dengan baik, dan membantu suaminya dalam menghidupi keluarganya. Ia punya belas kasihan terhadap orang miskin dan tutur katanya bijaksana, lembut, dan menenangkan. Oleh sebab cara dia memperlihatkan kasihnya kepada para anggota keluarganya, maka mereka semua memuji dia dan berkata manis tentang dia.

Perempuan Kristen yang bijaksana sangatlah berharga di dalam masyarakat dan merupakan pengaruh yang baik di dalam rumah tangga. “Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN” (Amsal 18:22). “Perempuan yang baik hati beroleh hormat” (Amsal 11:16a). “Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN” (Amsal 19:14). “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji” (Amsal 31:30). Selama ini kaum perempuan telah menjadi kekuatan atau kejatuhan banyak laki-laki dan banyak keluarga. Kita baca, “Isteri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya” (Amsal 12:4); “Perempuan yang bijak mendirikan rumahnya, tetapi yang bodoh meruntuhkannya dengan tangannya sendiri” (Amsal 14:1).

PEREMPUAN KRISTEN & PERHIASANNYA

Perempuan Kristen harus memiliki prilaku yang tenang, lembut dan santun. Paulus mengacukan hal yang yang sama ketika ia berkata bahwa isteri-isteri yang muda harus “hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang” (Titus 2:5). Petrus menggambarkan apa yang ia maksudkan dengan “prilaku murni” (1Petrus 3:2) ketika ia memberitahu isteri-isteri Kristen untuk menghindari cara berpakaian yang tidak senonoh: “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah” (ay. 3). Perempuan Kristen jangan sampai dipandang sebagai orang yang tergila-gila pada model pakaian, tas, sepatu, artis, dll. (Roma 12:2), sebaliknya sebagai orang yang sopan, bermartabat, dan sederhana. Perhiasan perempuan Kristen digambarkan sebagai berikut:

… manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah;… (ay. 4, 5; lihat juga 1Timotius 2:9, 10).

Ini tidak berarti perempuan Kristen sama sekali tidak mempedulikan penampilan mereka. Maksudnya adalah bahwa perempuan Kristen tidak tergantung pada benda-benda tiruan/imitasi untuk meningkatkan karakter mereka. Sebaliknya, karakter mereka itulah yang harus meningkatkan penampilan mereka. Mereka besikap dan berbicara dengan penuh martabat. Kata “perhiasan” dalam ayat 3 diterjemahkan dari kata Yunani yang darinya kita mendapatkan kata “kosmetik.” Perempuan Kristen menjadi cantik oleh kosmetik “batiniah” yang tidak bisa dibeli di toko! Perempuan Kristen lebih menekankan manusia batiniah ketimbang manusia lahiriah: “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah,… tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram,…” (1Petrus 3:3, 4). Perempuan Kristen tahu bahwa “bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1Samuel; 16:7b).

Perempuan Kristen memiliki kecantikan batiniah yang tidak ada hubungannya dengan wajah yang awet muda dan kulit yang putih lembut. Kecantikan mereka bukan hasil polesan lahiriah, melainkan hasil dari “manusia batiniah, kecantikan yang tidak meredup dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus zaman dahulu yang menaruh harapan mereka kepada Allah mempercantik diri mereka” (1Petrus 3:3–5a; NIV).

III. PEREMPUAN KRISTEN & KETUNDUKANNYA

Perempuan Kristen dengan sukarela tunduk kepada suami mereka—tunduk dengan penuh kasih, bahkan tunduk dengan manisnya. 1Petrus 3:1 menulis, “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya.” Ketundukan ini tidak ada hubungannya dengan seseorang menjadi lebih rendah sementara yang lainnya menjadi lebih tinggi. Dalam ayat 7 Petrus menekankan bahwa suami dan isteri merupakan “teman pewaris dari kasih karunia kehidupan”; yang satu tidak lebih penting daripada yang lainnya. Ketundukan tidak ada hubungannya dengan kedudukan rendah atau tinggi; ketundukan terkait sepenuhnya dengan penghormatan terhadap kehendak Allah. Kita harus menghormati “kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu [kita] membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh” (1Petrus 2:15). Sebagaimana Yesus, kita juga harus tunduk kepada rencana Allah, karena percaya bahwa Allah mengetahui apa yang paling baik bagi kita.

Ketundukan yang disinggung dalam 1Petrus 3 tidaklah bersifat lahiriah semata-mata, tetapi merupakan akibat dari adanya roh ketundukan. Untuk menggambarkan jenis roh yang ia bicarakan, Petrus berpaling kepada Sara: “… sama seperti Sara taat kepada Abraham dan menamai dia tuannya. Dan kamu adalah anak-anaknya, jika kamu berbuat baik dan tidak takut akan ancaman (ay. 5, 6).” Istilah “tuan” ketika diterapkan ke atas suami bisa jadi terdengar aneh bagi kita, tetapi itu merupakan istilah kehormatan yang digunakan di zaman Sara. Dalam teks asli 1Petrus 3:6, kata yang diterjemahkan “menamai [memanggil]” berbentuk present participle, yang menunjukkan tindakan yang terus-menerus: Artinya, Sara selalu memanggil Abraham “tuan.”

Apakah ini berarti Sara itu merasa lemah, ngeri, atau ketakutan? Apakah ini berarti ia tidak mandiri dan tidak pernah mengungkapkan pendapat serta keinginannya? Tidak. Sara pernah dengan tegas meminta Abraham, “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak” (Kejadian 21:10). Sara itu orang yang tegar, tetapi ia rela Abraham menjadi kepala atas keluarga mereka; Sara tunduk dengan sukarela dan penuh kasih. Tidak ada laki-laki yang bisa menjadi kepala rumah tangga jika isterinya tidak berkenan.

VI. PEREMPUAN KRISTEN & RUMAH TANGGANYA

1. Sebagai Ibu

Pengaruh perempuan Kristen dalam rumah tangga tidak boleh diremehkan. Pada umumnya, isteri lebih banyak meluangkan waktunya dengan anak-anak. Apa yang dicapai oleh anak-anak seringkali mencerminkan kehidupan si ibu itu. Pada umumnya kaum perempuanlah yang mengajar anak-anak, sementara kaum laki-lakinya sering mengabaikan tugas ini. Namun begitu, tanggung jawab akhir terletak di atas pundak bapak. Eli pernah dicela sebab ia tidak mengoreksi prilaku anak-anaknya (1Samuel 2:29, 30; 3:13, 14). Kaum ibu juga memiliki tanggung jawab yang penting dalam mendidik anak-anak dalam rumah tangga. Maria, bukan Yusuf, pernah menegur Yesus karena Ia tetap berada di Yerusalem: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (Lukas 2:48b).

Kaum ibu dan kaum perempuan haruslah diperlakukan dengan hormat. Paulus memerintahkan Timotius untuk memperlakukan perempuan yang lebih tua seperti ia memperlakukan ibunya sendiri, dan memperlakukan perempuan yang lebih muda sebagai saudarinya sendiri, dalam segala kemurnian (1Timotius 5:2). Ini menunjukkan sikap Paulus terhadap kaum perempuan dan sikap hormat yang harus diberikan kepada kaum ibu dan kepada semua kaum perempuan.

2. Sebagai Istri

Perintah bahwa kaum perempuan yang lebih tua harus memberi teladan yang baik kepada kaum perempuan yang lebih muda memperlihatkan pentingnya kedudukan isteri dalam rumah tangga:

Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah,… cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang (Titus 2:3–5).

Perintah itu menunjukkan bahwa isteri-isteri yang masih muda harus menjadi ibu yang baik dalam rumah tangga. Mereka harus menjadi pencinta suami (Yun.: philandrous ) dan pecinta anak-anak (Yun.: philoteknous ). Kaum isteri diperintahkan juga untuk menjadi oikourous , harfiahnya “pekerja rumah,” suatu istilah dalam Perjanjian Baru yang hanya ditemukan dalam Titus 2:5. Pernyataan kepada kaum perempuan ini adalah bahwa mereka harus mengatur rumah tangga mereka. Pelbagai perjalanan dan kegiatan Priskila dalam Kisah 18:18 juga menunjukkan bahwa kegiatan kaum perempuan bukan melulu urusan rumah tangga, tetapi juga mengajarkan dan memberitakan firman Allah.

Pentingnya perempuan Kristen dalam rumah tangga janganlah diremehkan. Ia memberi sentuhan kewanitaan yang tidak bisa diberikan laki-laki. Perhatian, pengertian, kepedulian, dan sikapnya yang penuh kasih dan lemah-lembut menambah apa yang tidak dapat diberikan oleh siapa saja. Anak-anak membutuhkan kekuatan dan dorongannya, nasihat dan pertolongannya, dan hal-hal kecil yang sering kali diabaikan oleh orang laki-laki dalam rumah tangga. Yang terutama, ia mendidik anak-anaknya untuk menghormati Allah, ayah mereka, dan orang-orang yang berkuasa. Anak-anak dilatih bukan hanya oleh apa yang ia katakan, tetapi juga oleh sikap, suasana hati, dan tindakannya. Melalui pelayanan yang hati-hati kepada Allah, perempuan yang menjadi ibu rumah tangga akan dipuji oleh suami dan anak-anaknya, maupun oleh Allah.

“Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata. … Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua. Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji” (Amsal 31:10, 28–30).

B. ISTRI : HADIAH BAGI PRIA

Titus 2 :3-5

“Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan memjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Alah jangan dihujat orang.”

Kado Tuhan untuk Para Suami

Tuhan memberikan Adam hadiah terindah melebihi apa yang pernah Adam bayangkan – seorang wanita.
“ Tuhan Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’ “ (Kej 2: 18)
“ Siapa mendapat istri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan Tuhan.” (Amsal 18: 22)
Kita para istri diciptakanNya untuk memenuhi suatu kebutuhan. Dalam hal ini, kita adalah sesuatu yang baik, seorang penolong yang mampu memenuhi kebutuhan seorang pria. Inilah alasan seorang istri diciptakanNya. Seorang istri diperlengkapi dalam segala sesuatu olehNya untuk menjadi penolong si suami. Istri tidak lebih rendah dari segala sesuatu sepanjang ia menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki di atas. Suami tak akan lengkap tanpa kehadiran seorang istri.

Kado Itu

Adam pasti sangat tercengang ketika ia bangun dari tidurnya & menemui seorang manusia yang cantik bernama Hawa di sisinya. Hawa seolah-olah seperti sebuah kado ulang tahun yang terindah yang pernah diterima Adam.

Jika Tuhan menciptakan seorang perempuan yang mampu memberikan yang terbaik dari dirinya untuk suaminya, apakah perempuan itu Anda?

Apakah suami Anda juga merasakan apa yang dirasakan oleh Adam terhadap Hawa ketika suami Anda menatap Anda?

Ketika Anda menjadi penolong bagi suami Anda, Anda telah menjadi penolong Kristus, oleh karena Tuhan memberikan suatu misi di dunia kepada laki-laki & memberikannya seorang wanita untuk menolong sang laki-laki menjalankan misi dariNya.

Namun timbul pertanyaan,” Bagaimana saya sudi menjadi penolong baginya apabila ia seorang pria yang cinta kekerasan ?” Atau, “Bagaimana saya sudi menjadi penolong baginya apabila yang dikerjakannya hanyalah mengkonsumsi segala hal berbau pornografi ?”
Tentu cepat atau lambat akan muncul apa yang disebut pengecualian, namun untuk sementara ini jangan kita melewatkan poin-poin yang lebih penting hanya untuk mengalihkan perhatian kita pada hal-hal yang merupakan pengecualian di atas. Itu sama saja dengan seorang atheist yang selalu mengedepankan beberapa alasan kenapa ia tidak percaya Tuhan, sementara mengenyampingkan banyak alasan bagi percaya Tuhan.

Panggilan Anda Sebagai Istri

“Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.” (1 Kor 11: 7).

Istri dipanggil olehNya untuk menjadi penolong bagi suami. Dalam hal ini suamilah yang mempunyai otoritas. Sama dengan pengalaman penulis yang mempunyai banyak staf di kantornya yang menolongnya menjalankan segala tugas yang penulis perintahkan. Para staf di kantor penulis mempunyai kemampuan di bidang komputer dan di bidang keuangan yang lebih baik dari penulis. Namun dalam hal ini, otoritas tetap dimiliki oleh penulis.

Istri sebagai penolong dan suami sebagai pemilik otoritas tidak berarti istri lebih ‘rendah’ ataupun mempunyai kemampuan yang lebih sedikit dari suami. Hal ini adalah semata-mata apa yang Tuhan perintahkan bagi kita lakukan. Adalah suatu kebanggaan bagi seorang istri dapat menjadi penolong bagi ‘kepala’nya sesuai dengan yang Tuhan perintahkan padanya. Menjadi pemilik otoritas tidaklah berarti suami harus lebih ‘baik’ dari istri dalam segala hal. Mungkin si istri adalah lulusan S2 Manajemen sementara si suami hanyalah lulusan S1. Mungkin si istri adalah pemilik bisnis besar sedangkan si suami hanyalah karyawan biasa. Namun hal ini tidak mampu merubah kehendakNya.

(Disadur dari buku Created To Be His Help Meet, karangan Debi Pearl)